Akhirnya, Singapore!


Setelah 8 tahun, akhirnya kesampaian juga ke Singapore!

Ya, saya memang ingin sekali ke negeri yang punya ikon patung kepala Singa dan ekor duyung ini sejak 2016. Kala itu tujuan awalnya sebenarnya saya ingin minggat eh healing ke sana . Alasannya apa? Wah rahasia perusahaan 😁.

Meski saya menyebutnya minggat tapi karena sudah bersuami tentu saja sudah atas izin suami. Namun ibu saya malah menentang keras dengan alasan khawatir di Singapura sulit mendapatkan makanan halal. Ini gara-gara adik saya yang duluan kesana dan missed informasi 😫. Diingat-ingat cukup bikin kesel sih.

Selain perkara makanan halal, ada juga yang bersuara kenapa saya ga memilih mengeluarkan uang untuk umroh ketimbang ke Singapura. Saran ini saya terima, namun ya saya punya pertimbangan ingin mencoba keluar negeri pertama kali dari Singapura dulu. Semua tahu kan kalau Singapura adalah negara teraman untuk first timer traveler.

Merlion Singapura

Bodohnya dulu saya nurut aja hingga akhirnya di tahun 2019 nekat buat paspor. Awalnya saya berencana pergi sendiri untuk keberangkatan musim liburan sekolah tahun 2020. Namun, malang tak dapat ditolak, belum terlaksana eh pandemi covid melanda seluruh dunia. Paspor pun nganggur di slorokan lemari.

Ketika covid sudah mulai mereda, saya kembali berencana solo traveling ke Singapore tapi apa daya, justru saya dihamili suami, wkwkwkwk. Saya anggap kehamilan adalah rejeki besar karena anak kedua memang sangat kami dambakan. Saya pun mengurungkan niat bepergian jauh apalagi sampai keluar negeri, tentu saja demi lebih mengutamakan menjaga kehamilan dan kesehatan buah hati.

Alhamdulillah, mungkin sudah rejekinya juga. Singkat cerita, setelah deep talk dengan suami di awal tahun 2024, meski dek Ezza belum genap 2 tahun, pada 14 Juli 2024 keinginan tertunda akhirnya menjadi nyata, bahkan suami ikut menemani saya, termasuk juga si bungsu yang tidak bisa ditinggal di rumah karena masih menyusu.

Sementara itu anak sulung kami tinggal di rumah dengan berbagai macam pertimbangan yang pastinya cuma kami yang paham.

Karena dari bandara Semarang tidak ada penerbangan langsung ke Singapore dan pertimbangan harga tiket dibandingkan lewat bandara YIA Jogja, kami pun memilih terbang melalui bandara Soekarno Hatta dengan menumpang pesawat Trans Nusa. 

naik pesawat untuk pertama kalinya, Jakarta - Singapura via Trans Nusa

Penerbangan kami seharusnya berangkat di jam 7.45 pagi namun sempat delay 1 jam dari yang seharusnya. Tepat jam 11.45 pesawat Trans Nusa yang saat itu hanya terisi separuh mendarat dengan mulus di Bandara Changi.

Setelah turun dari pesawat, perut yang keroncongan memaksa untuk segera diisi. Sebetulnya saya ingin sekali makan di kantin karyawan yang katanya harganya lebih bersahabat. Namun niat itu kami urungkan dengan pertimbangan tenaga yang cukup terkuras saat menjaga si kecil yang berlarian di terminal 3 bandara Soetta dan khawatir daya tahan drop jika tidak segera makan, akhirnya kami menuju resto terdekat yang ada di terminal 2 Changi.

restoran Chopstick di terminal 2 Changi

Tentu saja, pilihan jatuh pada resto halal dan yang saat itu sudah buka. Kebetulan pula restonya masih sepi jadi kami bebas memilih tempat duduk. 

Nama restonya adalah Chopstick. Meski namanya bermakna "sumpit" tapi mereka menjual menu masakan Indonesia.

Dengan tujuan mengirit kami pun memesan hanya dua menu yaitu satu paket set nasi campur ayam bakar dan set khusus anak-anak, ditambah sepiring nasi putih dan dua minuman dingin. Begini tok aja habisnya sudah lebih dari 30 sgd lho, saya sampai melongo karena kalau dirupiahkan hampir 400 ribu rupiah. Wah memang mahal banget Singapore ya. Hiks 😓.


Untunglah rasa masakannya benar-benar enak dan dek Ezza juga lahap makan menu yang sudah dipesankan jadi ga rugi-rugi amat 😄. Pak suami yang baru pertama minum es bandung pun langsung kepincut. Setelah saya gugling rupanya es ini isinya sirup mawar yang dicampur susu. Owalah gitu doang kok enak ya, hahaha.

Usai perut kenyang, sesuai jadwal kami pun segera berjalan ke Jewel untuk berburu foto dengan latar belakang HSBC Rain Vortex. Voila.....


Kala itu kondisi Jewel dan area sekitar HSBC Rain Vortex sangat ramai. Dari wajahnya, saya menduga dominan pelancong berasal dari daratan Asia seperti Tiongkok dan Philipina. Beberapa yang mengenakan jilbab kalau tidak dari Malaysia ya dari Indonesia, sama seperti kami, hehe. Nah soal jilbab ini memang sedikit banyak bisa jadi penanda asal negara, tentunya selain dari tipikal wajah ya. Nanti deh saya cerita di postingan selanjutnya.

Puas berfoto di depan Rain Vortex, kami menjelajahi Jewel. Niatnya mau dari ujung ke ujung tapi wah Jewel ternyata luas dan melelahkan sekali kalau mau secara komplit. Baru 2 lantai rasanya saya sudah mau pingsan. Apalagi kami jalan-jalan sambil geret-geret koper dan gendong bayi jadi sangat tidak leluasa.

Saya pun menyerah meski hati masih ingin jengjeng di Jewel dan bilang ke suami untuk segera ke hotel. Kami pun meluncur ke terminal 2 Changi kembali berjalan kaki melewati jembatan penghubung. Sempat kebingungan dan berputar-putar di terminal 2 mencari tempat penjualan kartu EZ link, akhirnya setelah suami bertanya, ketemu juga vending machine EZ Link di lantai 1.

Vending machine EZ Link tidak antri sih saat itu tapi setahu saya tidak bisa cash. Suami menggunakan pembayaran kartu kredit paywave yang juga ga gampang karena beberapa kali gagal. Entah kenapa apakah masalah sinyal atau apa.

Setelah akhirnya berhasil, ternyata kami baru ngeh di dekat mesin ada konter pembelian EZ link yang dilayani manusia dan menerima uang cash.

Harga kartu Ez link 10 sgd kami isi saldo 20 sgd per kartu di mesin top up. Syukurlah perihal isi saldo sama sekali tidak belibet.

Dan rampung isi saldo, akhirnya kami naik MRT menuju ke V Hotel Lavender yang sudah dibooking beberapa minggu sebelumnya.

jalan kaki dari terminal 2 ke Jewel

Post a Comment for "Akhirnya, Singapore!"