Pagi di Alun-Alun Brebes dan Alun-Alun Tegal
Di Minggu pagi itu, mobil sudah meluncur ke alun-alun Brebes, kami berharap bisa ke warung langganan untuk menikmati nasi lengko. Tapi begitu sampai lokasi, ternyata warungnya belum buka 😭.
Ya kami memang kepagian, berangkat dari Semarang saat masih gelap dan jalanan juga ga terlalu ramai. Akhirnya sampai di Brebes pun masih sekitar pukul 7. Tapi matahari udah hot potatoes alias panas kentang-kentang 😁.
Tak mau berlalu begitu saja, kami putuskan untuk duduk-duduk di alun-alunnya. Baru saja memarkirkan mobil dan akan berjalan ke tengah alun-alun, saya berteriak ke mas bojo 'Ayah, itu loh ada yang jual nasi lengko'. Ternyata di sekitar alun-alun ada gerobak-gerobak sederhana yang menjual kuliner khas kota ini.
Kami pun menghampiri dagangannya, kemudian duduk di klasa *tikar, yang sebenarnya merampas sedikit hak pejalan kaki karena digelar di area pedestrian alun-alun. Pada si ibu penjual nasi, yang kelihatannya warga lokal berlogat ngapak khas pantura kami pun memesan sepiring nasi ponggol dan nasi lengko.
Sekadar informasi, nasi lengko adalah menu sarapan pagi yang terdiri dari nasi, ketimun, tahu, tauge, emping, sambal kacang dan kecap. Ya tentunya bisa dimodifikasi dikit, karena emping cukup mahal, kadang penjual menggantinya dengan krupuk yang harganya lebih murah.
Kalau nasi ponggol, sebenarnya hanya nasi putih yang diberi topping orek tempe alias tempe tumis bercitarasa pedas. Tapi biar ga begitu aja bisa ditambah lauk tahu, telur dan ikan asin. Soal rasa ya namanya nasi ya begitulah. Buat saya sih spesial banget juga engga, nasi lengkonya mirip tahu telor blora tapi versi bumbu kacang minimalis. Kalau untuk nasi ponggol, seandainya ikan asinnya lebih banyak mungkin lebih terasa nikmat. Tapi buat mas bojo yang pernah hidup di Brebes, wisata kuliner ini sembari memancing nostagia masa kecilnya.
Sambil sarapan, mata saya tertuju pada masjid megah di depan. Inilah dia Masjid Agung Brebes. Yang dari wikipedia infonya merupakan masjid tertua, meski dipugar dan diperbaiki beberapa kali tapi bagian depan dan bentuk asli joglo dan kubah limas masjid masih terus dipertahankan.
Selesai sarapan dan lari-lari joget india di alun-alun Brebes, kami pun pindah ke alun-alun Tegal. Kan mumpung deket inih. Dan pengen liat apa sih perbedaannya.
Sebagai kota yang lebih besar dari Brebes, sudah tentu alun-alunnya pun lebih luas dan lebih ramai dari Brebes. Kalau di Brebes di tengah alun-alun ngga ada apa-apa alias hanya tanah kosong, maka sangat berbeda di Tegal, di bagian tengah alun-alun ada hiburan khususnya untuk anak-anak. Seperti kolam pancing ikan mainan, penyewaan motor trail mini dan motor/mobil aki buat anak-anak.
Pagi itu pun ada beberapa anak muda yang latihan skateboard di pinggir alun-alun. Padahal sudah disediakan area khusus tapi kayaknya gara-gara makin panas mereka pun melipir.
Oh ya, buat yang belum pernah coba tahu gejrot, kuliner Cirebon dari tahu yang diberi kuah pedas asam manis itu, maka di sinilah tempat yang tepat buat menikmatinya (kalau ga bisa ke Cirebon). Kita bisa menemukan penjual tahu gejrot yang masih memakai pikulan di seputaran area alun-alun dan cara menghidangkannya pun masih tradisional yaitu dengan piring tanah liat.
Itulah sedikit cerita kami saat pagi hingga menjelang siang di alun-alun Brebes dan Tegal. Apakah kamu juga punya cerita saat singgah di sana? Berbagi yuk di kolom komentar
Ya kami memang kepagian, berangkat dari Semarang saat masih gelap dan jalanan juga ga terlalu ramai. Akhirnya sampai di Brebes pun masih sekitar pukul 7. Tapi matahari udah hot potatoes alias panas kentang-kentang 😁.
Penjual nasi lengko di depan Masjid Agung Brebes |
Tak mau berlalu begitu saja, kami putuskan untuk duduk-duduk di alun-alunnya. Baru saja memarkirkan mobil dan akan berjalan ke tengah alun-alun, saya berteriak ke mas bojo 'Ayah, itu loh ada yang jual nasi lengko'. Ternyata di sekitar alun-alun ada gerobak-gerobak sederhana yang menjual kuliner khas kota ini.
kiri: nasi ponggol - kanan:nasi lengko |
Kami pun menghampiri dagangannya, kemudian duduk di klasa *tikar, yang sebenarnya merampas sedikit hak pejalan kaki karena digelar di area pedestrian alun-alun. Pada si ibu penjual nasi, yang kelihatannya warga lokal berlogat ngapak khas pantura kami pun memesan sepiring nasi ponggol dan nasi lengko.
Sekadar informasi, nasi lengko adalah menu sarapan pagi yang terdiri dari nasi, ketimun, tahu, tauge, emping, sambal kacang dan kecap. Ya tentunya bisa dimodifikasi dikit, karena emping cukup mahal, kadang penjual menggantinya dengan krupuk yang harganya lebih murah.
Kalau nasi ponggol, sebenarnya hanya nasi putih yang diberi topping orek tempe alias tempe tumis bercitarasa pedas. Tapi biar ga begitu aja bisa ditambah lauk tahu, telur dan ikan asin. Soal rasa ya namanya nasi ya begitulah. Buat saya sih spesial banget juga engga, nasi lengkonya mirip tahu telor blora tapi versi bumbu kacang minimalis. Kalau untuk nasi ponggol, seandainya ikan asinnya lebih banyak mungkin lebih terasa nikmat. Tapi buat mas bojo yang pernah hidup di Brebes, wisata kuliner ini sembari memancing nostagia masa kecilnya.
kereta mini melintas di depan Masjid Agung Brebes |
Ini apa ya kok mindul lupa |
Masjid Agung Kota Tegal |
Aito naik scooter |
Pagi itu pun ada beberapa anak muda yang latihan skateboard di pinggir alun-alun. Padahal sudah disediakan area khusus tapi kayaknya gara-gara makin panas mereka pun melipir.
Oh ya, buat yang belum pernah coba tahu gejrot, kuliner Cirebon dari tahu yang diberi kuah pedas asam manis itu, maka di sinilah tempat yang tepat buat menikmatinya (kalau ga bisa ke Cirebon). Kita bisa menemukan penjual tahu gejrot yang masih memakai pikulan di seputaran area alun-alun dan cara menghidangkannya pun masih tradisional yaitu dengan piring tanah liat.
Itulah sedikit cerita kami saat pagi hingga menjelang siang di alun-alun Brebes dan Tegal. Apakah kamu juga punya cerita saat singgah di sana? Berbagi yuk di kolom komentar
Post a Comment for "Pagi di Alun-Alun Brebes dan Alun-Alun Tegal"
Post a Comment